kesehatan
dan keselamatan kerja
A.
Pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja
Keselamatan
dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera.
Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan (P3K) adalah
usaha-usaha untuk menangani korban sesegera mungkin di tempat kejadian sebelum
tenaga medis mengambil alih penanganan.
Tujuan P3K
adalah :
1.
Menyelamatkan
nyawa atau mencegah kematian
2.
Mencegah cacat
yang lebih berat (mencegah kondisi buruk)
3.
Menunjang
penyembuhan
Prinsip P3K :
1. Bersikap
tenang , jangan pernah panik. Anda diharapkan menjadi penolong bukan pembunuh
atau menjadi korban selanjutnya (ditolong).
2. Gunakan
mata dengan jeli, kuatkan hatimu karna anda harus tega melakukan tindakan yang
membuat korban menjadi menjerit kesakitan untuk keselamatannya, lakukan gerakan
dengan tangkas dan tepat tanpa menambah kerusakan.
3. Perhatikan
keadaan sekitar kecelakaan, cara terjadinya kecelakaan, cuaca dan lain-lain.
4. Perhatikan
keadaan penderitaan apakah pingsan, ada pendarahan dan luka, patah tulang,
merasa sangat kesakitan dan lain-lain.
5. Periksa
pernafasan korban. Kalau tidak bernafas, periksa dan bersihkan jalan nafas lalu
berikan pernafasan bantuan (A, B = Airway, Breathing management).
6. Periksa
nadi atau denyut jantung korban.
7. Apakah
penderita shock? Kalai shock cari dan atasi penyebabnya.
8. Setelah
A, B, dan C stabil, periksa ulang cidera penyebab atau penyerta. Kalau ada
patah tulang lakukan pembidaian pada tulang patah, jangan buru-buru memindahkan
atau membawa ke klinik atau rumah sakit sebelum tulang yang patah di bidai.
9. Sementara
memberikan pertolongan, anda juga harus menghubungi petugas medis atau rumah
sakit terdekat.
Peralatan umum P3K adalah :
1. Pembersih
antiseptic
2. Plester
penutup luka
3. Alkohol
4. Semprotan
atau lation anestesi
5. Kain
kasa
6. Perban
dalam berbagai ukuran
7. Sarung
tangun
8. Saleb
anti biotik
9. Obat
luka
1. Gunting
dan pinset
LANGKAH-LANGKAH DASAR
1. JANGAN, pindahkan atau ubah posisi
orang yang terluka, terutama bila luka-lukanya terjadi karena jatuh, jatuh dari
ketinggian dengan keras atau karena kekerasan yang lain.
2. Pindahkan atau ubah posisi penderita
hanya apabila tindakan anda adalah untuk menyelamatkan dari bahaya lain.
3.
Bertindaklah dengan cepat apabila penderita mengalami pendarahan, kesulitan
bernafas, luka bakar atau kejutan. Baringkan penderita dan selimuti agar tetap
hangat.tetapi jangan sampai terlalu panas.
4. Apabila penderita muntah-muntah dan
anda yakin bahwa tidak ada kemungkinan patah tulang leher, maka miringkan
tubuhnya ke satu sisi untuk mencegah penderita agar tidak
trsendak.
5. Hubungi dokter dan tanyakan tindakan
apa yang harus anda lakukan sebelum dokter tiba di tempat.
6. Periksalah keadaan penderita dengan
teliti dan hati-hati, jangan melepas pakaian dari penderita luka bakar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar